The Day After

Standar

Ahh… aku kangen sekali.

Sudah hampir tiga pekan sejak kepergianmu saat aku menulis ini. Aku masih ingat, hangatnya tubuhmu yang melemah saat kupeluk terakhir kalinya. Saat menyelimutimu dengan kerudung putih milikku. Saat menaburkan bunga di makammu. Tempatmu beristirahat.

Tanganku terluka lho saat harus menggali makammu sedalam dan selebar mungkin. Tubuhmu besar dan berat heheh. Apalagi itu di kebun kosong belakang rumah, banyak nyamuk yang menggigit.

Ou iya Ibu beberapa kali terlewat belanja ke tukang sayur dan tukang ayam. Katanya karena kamu gak ada untuk kasih tahu Ibu seperti biasa, jadi suara tukangnya tidak terdengar sampai dapur. Aku juga jadi beberapa kali tertidur habis subuh, gak ada kamu yang ‘ngomel’ tiap pagi di pintu kamar.

Kemarin, tukang ayam bilang katanya sepi karena gak ada lagi kucing yang menunggu dia di kursi bawah pohon mangga dan yang merengek mendusel ke Ibu agar dibelikan ayam. Aku pun sekarang kehilangan, karena kamu gak ada di depan gerbang atau di kursi hijau menyambut pulang kerja.

Rak bagian atas meja belajarku sekarang berdebu. Alasan rak itu kosong karena kamu selalu menjatuhkan barang apapun disitu untuk tidur, sekarang kosong karena kamu tidak ada. Nyinyin sampai sekarang juga tidak mau tidur di kursi tempat kamu terakhir mengembuskan napas.

Hmm.. aku ingat malam itu, Ahad pagi tanggal 18 sekitar jam 3.30. Kamu mengeong kecil, menggaruk kursi, duduk di pinggir jendela. Membangunkanku untuk main keluar, ternyata kamu ingin minum dari keran dekat rak sepatu. Kamu sedikit membuat cemas hilang karena saat itu terlihat berenergi. Kamu tidur dengan posisi seperti biasa, telentang menyombongkan perutmu yang gemuk. Aku kira kamu akan sembuh. Tapi kenapa.. keadaan tiba-tiba memburuk?

Malam sebelumnya juga kamu masih tidur seolah nyenyak menemaniku berdiskusi bahasa Inggris. kamu tidur di sofa dan pintu favoritmu. Sambil sesekali melihat ke arah pintu menunggu ibu pulang.

Aku masih sering menangis di malam hari. Kadang memainkan lonceng kalungmu. Kehilangan itu menyakitkan ya…

Nyinyin, sekarang sering pulang sore. Tapi dia memilih tidur di kamar adikku. Dia kan memang sejak kecil main sama adikku. Berbeda denganmu, yang awal kedatanganmu itu terlihat jelek, kotor, kurus, gampang sakit. Kamu bahkan ketakutan melihat Nyinyin sampai pee dan poo di sofa atau karpet, atau sembunyi di kolong kecil rak buku.

Kamu dulu penakut sekali, selalu tidur disampingku. Jika kaget saat bertemu kucing lain yang lebih besar, kamu bersembunyi di kolong tempat tidur. Bahkan saat usia setahun pun kamu masih ketakutan dan poo mendadak, sampai harus dimandikan Bapak.

Kamu penakut, sampai pada usia menjelang dua tahun baru bersuara. Baru mulai menjelajah gang lain selain sekitaran rumah. Waktu kamu tiba-tiba menghilang berjam-jam, itu membuat panik karena khawatir kamu tersesat atau tertabrak. Dan ternyata kamu berhasil pulang dengan selmat setelah penjelajahan pertamamu. Sejak itu kamu punya wilayah bermain sendiri yang aman dari kucing lain, juga sejak itu kamu mulai sedikit berani dan barbar.

Kamu dulu kecil sekali ya, bisa muat di celah sekecil itu. Kamu kucing pertama lho, yang diizinkan bapak untuk tidur di kasur. Kucing pendahulumu, selalu tidur di sofa teras kalau malam hari.

Sudut mana di bagian rumah yang belum kamu kunjungi? Bahkan atas lemari besar di tiap kamar pernah kamu naiki. Gorden kamarku, juga atap rumah, heheh.

Kamu selalu penasaran dengan pekerjaanku. Dengan sengaja tidur di atas laptop, atau merusak kertas koreksian dan print-an. Selalu menemani Ibu menjemur baju di bawah pohon jambu.

Lucunya, kamu pernah juga gak sengaja terkunci dalam mobil. Kamu selalu penasaran pada isi dalam mobil. Saat kamu terkunci, kamu malah membunyikan klakson.

Ohya, kalau kita mudik kalian selalu ditinggal. Sedih sekali membayangkan kalian beneran dikasih makan gak sama tetangga yang dititipkan. Atau melihat kamu mengejar mobil sampai batas gang. Rasanya ingin mengajak mudik juga tapi lebih kasihan kalau kaget. Pernah saat kamu ditinggal mudik untuk pertama kalinya, kamu dengan sengaja pee di bantal mobil dan baru ketahuan saat sudah sampai tujuan. Hahhh.. dasar nakal.

Setiap mudik selama satu pekan, kalian tidur di kursi teras. Dan saat pulang, melihat kalian yang menyambut dengan antusias sekali. Senangnya…

Wigwig, I missed you.

Sekarang sepi sekali. Nyinyin hanya datang sesekali. Ibu belum mau mengadopsi kucing lagi. Ya, kamu tak tergantikan.

Sudah dua kali ini Ibu juga berkunjung ke makammu, memberi mawar. Aku juga memberikan bunga yang kupetik di sekolah dan menanam pohon melati untukmu. Aku tidak ingin kamu hilang.

Ibu bilang, Wigwig itu kucing rumahan sekali. Kamu selalu di rumah dan jarang pergi jauh. Kami pikir kamu akan lebih lama menemani kami, karena kamu sehat dan lincah.

Ibu heran sekali melihat nafsu makanmu. Pagi hari kamu bisa makan 3-4 potong kepala ayam, apalagi kalau itu yang fresh dari tukang ayam. Magrib nanti kamu makan 2 potong ayam, main, lalu tidur di kamarku.

Potongan memoriku berantakan. Tapi tiap kali melihat foto dan videomu. Melihat tiap sudut rumah, jadi selalu ingat kenakalanmu. Ahh aku kangen sekali

Saat aku mengedit tulisan ini dari draft, telah satu bulan kamu pergi. Kemarin, tanggal 18 November aku datang. Dan kamu tahu apa? Bunga melati yang aku tanam di pusaramu mekar dengan sempurna. Cantik sekali. The flower has grown beautifully, and were blooming exactly the same time after one month after you passed away. Some wild flowers also grew around your grave too, but I won’t let them ruin the flower I had planted especially for you.

Ada banyak sekali memori tentangku saat bersama kucing kesayanganku ini. Sudah beberapa tulisan yang kubuat, tapi rasanya belum cukup. Masih ada informasi yang inign aku tulis, tapi terkadang aku lupa, dan aku tidak ingin melupakannya begitu saja. Aku ingin mengabadikan kenangan itu dalam tulisan.

Mungkin akan ada tulisan berikutnya jika aku berhasil menggali informasi dari memori otakku ini.

Tinggalkan komentar